Makalah
TANGGUNG JAWAB KEPEMIMPINAN
Disusun Guna Memenuhui Tugas
Mata Kuliah : HADITS
Dosen pengampu : Ghufron Hamzah, MSI.
Disusun oleh:
MUHAMMAD SHOLEH KHOIRUL ANWAR ( 136014857 )
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS WAHID HASYIM TAHUN 2014/2015
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena
atas berkat rahmat dan karunia – Nya lah, kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “TANGGUNG JAWAB KEPEMIMPINAN”
tepat pada waktunya. Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas mata kuliah Hadits. Dengan membuat tugas ini semoga wawasan kami semakin
bertambah, aamiin.
Dalam menyelesaikan makalah ini, tim penulis telah
banyak mendapat bantuan dan masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam
kesempatan ini tim penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Ghufron Hamzah, M. Ag. selaku dosen mata kuliah
HADITS yang telah memberikan tugas mengenai makalah ini sehingga pengetahuan
tim penulis mengenai tema makalah ini semakin bertambah.
2. Pihak pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu yang telah turut membantu sehingga makalah ini dapat terselesaikan
dengan baik dan tepat waktu.
Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu , kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan makalah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.
Harapan kami semoga penulisan makalah yang sederhana ini bias memberikan manfaat kepada kita semua.
Semarang, Oktober 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar i
Daftar
Isi ii
BAB
I PENDAHULUAN
- Latar BelakangMasalah 1
- Rumusan Masalah 2
BAB
II PEMBAHASAN
- Setiap Muslim Adalah Pemimpin 3
- Pemimipin Pelayan Masyarakat 6
- Batasan Taat Kepada Pemimpin 8
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan 13
B. Saran 13
DAFTAR
PUSTAKA 14
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Bealakang
Gelar pemimpin umat adalah layak diberikan kepada
mereka yang mampu memecahkan segala persoalan yang dihadapi umat itu dan
menghantarkannya dengan selamat sampai pada tujuan yang dicita-citakan. Orang
yang menghantarkan tidak harus berjalan di depan, kadang-kadang disamping, di
tengah, di mana saja menurut jalan keadaan jalannya, diperlukan guna keselamatan
orang yang diantarkannya.[1]
Tidak hanya sekedar mengantar para anggotanya agar
sampai pada tujuan yang diharapkannya. Seorang pemimpin juga harus memilki
suatu komitmen yang didukung oleh kemampuan, integritas, kepekaan terhadap
perubahan dan perkembangan yang terjadi di sekelilingnya dan juga dia memiliki
keberanian untuk menegakkan keadilan dan kebenaran.
Namun dewasa ini kalau kita melihat realita yang ada
sulit sekali kita mendapati pemimpin yang memiliki kriteria yang telah
disebutkan di atas. Banyak pemimpin kita yang sudah tidak lagi mementingkan
nasib dan kemauan rakyat. Mereka hanya mementingkan ego pribadi demi
mementingkan kesejahteraan bagi dirinya sendiri dan keluarganya. Mereka tidak
pernah tahu kalau suatu saat kepemimpinannya bakal dipertanggungjawabkan di
kemudian hari. Adanya hal semacam ini dikarenakan lemahnya tingkat keimanan
seorang pemimpin sehingga dia mudah terpengaruh oleh hal-hal yang negatif.
Berangkat dari kenyataan yang terjadi tersebut, maka
perlu adanya reformulasi ulang terhadap bagaimana cara menjadi pemimpin yang
senantiasa bertanggung jawab terhadap rakyatnya dan mampu melayani masyarakat
dengan baik dan sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh agama. Melalui
pembacaan hadis, makalah yang kami buat berusaha menyajikan suatu pemahaman
terhadap bagaimana mencetak pemimpin yang bertanggung jawab dan mampu
memberikan pelayanan terhadap masyarakat secara baik.
B.
Rumusan Masalah
- Apakah setiap muslim itu pemimpin?
- Apakah Pemimpin Itu Pelayan Masyarakat?
- Sebatas Apa Kita Taat kepada pemimpin?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Setiap
Muslim Adalah Pemimpin
Dalam hadits imam bukhari dalam kitab “budak” bab : “ dibencinya memperpanjang perbudakan” dikatakan sebagai berikut :
Dalam hadits imam bukhari dalam kitab “budak” bab : “ dibencinya memperpanjang perbudakan” dikatakan sebagai berikut :
حديث عبد الله بن عمر رضي الله عنهما. ان رسول الله صلى
الله عليه وسلم قال: كللكم راع فمسؤل عن رعيته فالامير الذي على الناس راع وهو
مسؤل عنهم. والرجل راع على اهل بيته وهو مسؤل عنهم. والمرأة راعية على بيت بعلها
وولده وهي مسؤلة عنهم. والعبد راع على مال سيده وهو مسؤل عنه، الا فكلكم راع و
كللكم مسؤل عن رعيته
)
اخرجه البخارى (
Artinya:
“Hadits
Abdullah bin Umar ra. Bahwasanya Rasulullah saw bersabda: “setiap kamu adalah
pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang
amir yang mengurus keadaan rakyat adalah pemimpin. Ia akan dimintai
pertanggungjawaban tentang rakyatnya. Seorang laki-laki adalah pemimpin
terhadap keluarganya di rumahnya. Seorang wanita adalah pemimpin atas rumah
suaminya. Ia akan diminta pertanggungjawaban tentang hal mereka itu. Seorang
hamba adalah pemimpin terhadap harta benda tuannya, ia kan diminta
pertanggungjawaban tentang harta tuannya. Ketahuilah, kamu semua adalah
pemimpin dan semua akan diminta pertanggung jawaban tentang kepemimpinannya”.[2]
Hadis
di atas sangat jelas menerangkan tentang kepemimpinan setiap orang muslim dalam
berbagai posisi dan tingkatannya. Mulai dari tingkatan pemimpin rakyat sampai
tingkatan pemimpin terhadap diri sendiri. Semua orang pasti memiliki tanggung
jawab dan akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah swt. Atas
kepemimpinannya kela di akhirat.
Dengan
demikian, setiap orang Islam harus berusaha untuk menjadi pemimpin yang paling
baik dan segala tindakannya tanpa disadari kepentingan pribadi atau kepentingan
kelompok. Pemimpin juga harus berbuat adil dan betul-betul memperhatikan dan
berbuat sesuai dengan aspirasi rakyatnya, agaknya inilah yang diinginkan dalam
QS. al-Nahl
* ¨bÎ) ©!$# ããBù't ÉAôyèø9$$Î/ Ç`»|¡ômM}$#ur ...
Terjemahnya:
“Sesungguhnya
Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan...”(QS. Al-Nahl :
90).
Ayat
di atas jelas sekali memerintahkan untuk berbuat adil kepada setiap pemimpin
apa saja dan di mana saja. Seseorang raja misalnya, harus berusaha untuk
berbuat seadil-adilnya dan sebijaksana mungkin sesuai perintah Allah swt. Dalam
memimpin rakyatnya sehingga rakyatnya hidup sejahtera.
Sebaliknya,
apabila raja berlaku semena-mena, selalu bertindak sesuai kemauannya, bukan
didasarkan peraturan yang ada, rakyat akan sengsara. Dengan kata lain, pemimpin
harus menciptakan keharmonisan antara dirinya dengan rakyatnya sehingga ada
timbal balik diantara keduanya.
Dalam
sejarah riyadhus shalihin dijelaskan, bahwa seorang wajib menegakkan keadilan
dalam diri dan keluarganya, dan orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya.
Adil dalam dirinya dengan tidak memberatkan pada sesuatu yang tidak
dieprintahkan Allah, dia harus memperhatikannya hingga kepada masalah kebaikan,
jangan memberatkan dan membebankannya terhadap sesuatu yang tidak mampu
dilakukannya.
Demikian
juga wajib bersikap adil bagi seorang suami terhadap keluarganya. Seperti orang
yang memiliki dua orang istri, ia wajib bersikap adil diantara keduanya. Dan
wajib pula bersikap adil kepada anak-anaknya. Begitu pula bagi seorang istri
yang juga seorang pemimpin dalam rumah suaminya. Baik dalam menjaga harta
suaminya dan tidak menghambur-hamburkannya.[3]
Dalam
hadis ini dijelaskan bahwa etika paling pokok dalam kepemimpinan adalah tanggun
gjawab. Semua orang yang hidup di muka bumi ini disebut sebagai pemimpin.
Karenanya, sebagai pemimpin, mereka semua memikul tanggung jawab, sekurang-kurangnya
terhadap dirinya sendiri. Seorang suami bertanggung jawab atas istrinya,
seorang bapak bertangung jawab kepada anak-anaknya, seorang majikan betanggung
jawab kepada pekerjanya, seorang atasan bertanggung jawab kepada bawahannya,
dan seorang presiden, bupati, gubernur bertanggung jawab kepada rakyat yang
dipimpinnya, dst.
Akan
tetapi, tanggung jawab di sini bukan semata-mata bermakna melaksanakan tugas
lalu setelah itu selesai dan tidak menyisakan dampak (atsar) bagi yang
dipimpin. Melainkan lebih dari itu, yang dimaksud tanggung jawab di sini adalah
lebih berarti upaya seorang pemimpin untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pihak
yang dipimpin.
Kesimpulannya
Setiap muslim adalah pemimpin jadi Ia harus sangat berhati-hati apa yang di
kerjakannya sehingga ketika di minta pertanggung jawaban tentang apa yang di
kerjakannya Ia bisa bertanggung jawab atas hal itu.
B.
Pemimpin Pelayan Masyarakat
Dalam pandangan Islam, seorang pemimpin adalah orang yang yang diberi amanat oleh Allah swt.untuk memimpin rakyat, yang di akhirat kelak akan dimintai pertanggungan jawab oleh Allah swt. Sebagaimana yang telah disinggung di atas. Dengan demikian, meskipun seorang pemimpin dapat meloloskan diri dari rakyatnya karena sikap tercelanya (korupsi misalnya), ia tidak akan mampu meloloskan diri dari tuntunan Allah swt.
Dalam pandangan Islam, seorang pemimpin adalah orang yang yang diberi amanat oleh Allah swt.untuk memimpin rakyat, yang di akhirat kelak akan dimintai pertanggungan jawab oleh Allah swt. Sebagaimana yang telah disinggung di atas. Dengan demikian, meskipun seorang pemimpin dapat meloloskan diri dari rakyatnya karena sikap tercelanya (korupsi misalnya), ia tidak akan mampu meloloskan diri dari tuntunan Allah swt.
Oleh
karena itu, seorang pemimpin hendaknya jangan menganggap dirinya sebagai
manusia super yang bebas berbuat dan memerintah apa saja kepada rakyatnya. Akan
tetapi, sebaliknya ia harus berusaha memosisikan dirinya sebagi pelayan dan
pengayom masyarakat, Seperti Hadits dibawah ini:
حديث
معقل بن يسار عن الحسن، ان عبيد الله بن زياد عاد معقل بن يسار فى مرضه الذي مات
فيه، فقال له معقل: انى محدئك هديئا سمعته من رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول:
ما من عبد استرعاه الله وعية فلم يحطلها بنصيحة الا لم يجد رائحة الجنة ) اخرجه البخارى(
Artinya:
“Hadits
ma’qil bin Yasar, dari hasan bahwasanya Ubaidillah bin yazid mengunjungi Ma’qil
bertanya kepadanya: bahwasanya saya akan ceritakan kepadamu suatu hadits yang
saya dengar dari Rasulullah saw saya mendengar nabi saw bersabda: “tidak ada
seorang hamba yang diberi tugas oleh Allah untuk memelihara segolongan rakyat,
lalu ia tidak melakukan sesuai dengan petunjuk, melainkan ia tidak memperoleh
bau saya”[4]
(HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam syarah riyadhus shalihin yang dijelaskan
oleh syekh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, wajib bagi seorang yang memegang
tonggak kepemimpinan untuk bersikap lemah lembut kepada rakyatnya, berbuat baik
dan selalu memperhatikan kemaslahatan mereka dengan mempekerjakan orang-orang
yang ahli dalam bidangnya. Menolak bahaya yang menimpa mereka. Karena seorang
pemimpin akan mempertanggungjawabkan kepemimpinannya dihadapan Allah ta’ala.
Sebagaiman
firman Allah ta’ala:
ôÙÏÿ÷z$#ur y7yn$uZy_ Ç`yJÏ9 y7yèt7¨?$# z`ÏB úüÏZÏB÷sßJø9$# ÇËÊÎÈ
Artinya:
“Dan
rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, Yaitu orang-orang
yang beriman.” (QS. Asy-Syu’ara: 215)
Yakni
janganlah bersikap tinggi terhadapa mereka, jangan merasa tinggi akan tetapi
rendahkanlah walaupun kamu orang yang berkedudukan tinggi dibanding mereka,
maka hendaklah tetap merendahkan diri.[5]
Asbabun
nuzul ayat tersebut adalah, dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ketika turun
ayat وَاَنْذِرْ عَشِيْرَتَكَ الاَكْرَبِيْنَ ,
yaitu ayat sebelum ayat 215. Rasulullah saw memulai dakwahnya kepada keluarga
terdekatnya. Hal ini menyinggung perasaan kaum muslimin (merasa terabaikan)
sehingga Allah menurunkan ayat selanjutnya ayat 215 sebagai perintah untuk juga
memperhatikan kaum mu’minin lainnya (diriwayatkan oleh ibnu Jabir yang
bersumber dari ibnu Juaid).[6]
Maka
dari itu, siapa saja yang berkuasa mengendalikan urusan umat Islam, baik dalam
kedudukannya sebagai amir (gubernur), khalifah, kepala Negara/pemimpin rakyat
dalam biang tugas tertentu, lalu dia dibebankan rakyatnya dan menjalankan
pemerintahannya itu dengan hal-hal yang menimbulkan kesulitan bagi rakyatnya.
Maka nabi mendoakan supaya sang pemimpin itu ditimpakan siksaan Tuhan.
Sebaliknya
barang siapa yang menjadi pemimpin dan bertinak dengan lemah lembut. Maka Nabi
mendoakan mudah-mudahan Tuhan juga lemah lembut terhadap dirinya.[7]
Kesimpulannya
adalah setiap pemimpin harus menjadi pelayan masyarakat sehingga hal ini bisa
membawanya ke surga dan nasib yang akan
dialami oleh para pemimpin yang tidak bertanggung jawab : Mereka tidak akan
diterima shalatnya oleh Allah. Mereka tidak akan masuk surga, bahkan tidak akan
mencium bau surga itu. Pemimpin yang tidak bertanggungjawab itu diancam 2 kali
lipat siksaan rakyat yang mereka pimpin.
C.
Batasan Taat Kepada Pemimpin
Dalam kehidupan nyata, tidak jarang terdapat seorang pemimpin yang menyalahgunakan kekuasaan guna mencapai keinginan dan kepuasan hawa nafsunya. Tidak jarang pula untuk menggapai cita-cita tersebut, dia memerintahkan kepada para bawahannya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang sebenarnya dilarang oleh agama. Terhadap perintah demikian, Islam melarang untuk menaatinya, seperti Hadits dibawah ini:
Dalam kehidupan nyata, tidak jarang terdapat seorang pemimpin yang menyalahgunakan kekuasaan guna mencapai keinginan dan kepuasan hawa nafsunya. Tidak jarang pula untuk menggapai cita-cita tersebut, dia memerintahkan kepada para bawahannya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang sebenarnya dilarang oleh agama. Terhadap perintah demikian, Islam melarang untuk menaatinya, seperti Hadits dibawah ini:
حديث
عبد الله بن عمر رضى الله عنهما، عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: السمع والطاعة
على المرء المسلم فيما احب فكره، ما لم يؤمن بمعصية، فإذا امر بمعصية فلا سمع
ولاطاعة
)
اخرجه البخارى (
Artinya:
“hadits
Abdullah ibnu umar ra. Dari Nabi saw beliau bersabda: mendengarkan dan mentaati
merupakan kewajiban seorang muslim mengenai hal-hal yang ia sukai dan ia benci,
sepanjang ia tidak diperintahkan berbuat durhaka. Maka jika diperintah berbuat
durhaka, maka tidak lah boleh mendengarkan dan tidaklah boleh mengikutinya”.[8] (HR.
Buhkari dan Muslim)
Sabda
Rasulullah saw: “wajib atas seorang muslim”, kalimat ini menunjukkan kewajiban.
Maka wajib bagi seseorang muslim berdasarkan keislamannya untuk selalu
mendengarkan dan menaati pemerintah. Baik dalam hal yang ia sukai maupun yang
ia benci. Walaupun ia memerintahkan dengan sesuatu yang dibencinya, namun ia
wajib melaksanakannya, kecuali jika perintah itu bermaksiat kepada Allah, maka
ketaatan kepada Allah itu diatas segala ketaatan. Tidak ada ketaatan kepada
makhluk dalam bermaksiat terhadap khaliq.[9]
حديث
علي رضي الله عنه قال: بعث النبي صلى الله عليه وسلم سرية وامر عليهم رجلا من
الانصار وامرهم ان يطيعوهفغضب عليهم، وقال: اليس قد امر النبي صلى الله عليه وسلم
ان تطيعونى؟ قالوا: بلى، قال: عزمت عليكم لما جمعتم حطبا واوقدتم نارا ثم دخلتم
فيها فجمعوا حطبا. فأوقدوا. فلما هموا بالخل فقام ينظر بعضهم الى بعص، قال بعضهم:
انما تبغنا النبي صلى الله عليه وسلم فرارا من النار افندخلها؟ فبينماهم كذالك اذ
خمدت النار ، فسكن غضبه. فذكر النبي صلى الله عليه وسلم، قال: لو دخلوها ما خرجوا
منها ابدا، انما الطاعة فى المعروف
Artinya:
“Hadits
Ali ra, ia berkata: Nabi saw mengirimkan pasukan tentara dan mengangkat seorang
laki-laki dari golongan anshar untuk menjadi komanan pasukan itu. Dan Nabi memerintahkan
pasukan itu agar menaatinya lalu komandan pasukan itu memarahi pasukan sambil
mengatakan: bukankan Nabi saw sungguh telah menyuruh kalian untuk menaati ku.
Mereka menjawab “ya, benar”. Ia berkata: “saya bermaksud agar kalian
mengumpulkan kayu bakar, dan kamu nyalakan api lalu kamu sekalian masuk
kedalamnya.” Maka mereka mengumpulkan kayu bakar, lalu mereka menyalakannya.
Ketika mereka hendak masuk ke dalam api maka sebagian dari mereka melihat
kepada sebagian yang lain. Sebagian dari mereka berkata: “sesungguhnya kami
mengikuti Nabi saw. agar terlepas dari api maka mengapakah kita akan
memasukinya?” ketika mereka dalam keadaan demikian tiba-tiba api pun padam dan
kemarahan komandan pun hilang. Lalu kasus tersebut disampaikan kepada Nabi saw.
maka beliau bersabda: “seandainya mereka masuk ke dalam api itu, pastilah
mereka tidak akan keluar dari padanya untuk selamanya, sesungguhnya kepatuhan
itu adalah pada sesuatu yang baik”.[10]
Firman
Allah SWT:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqß§9$# Í<'ré&ur ÍöDF{$# óOä3ZÏB ( bÎ*sù ÷Läêôãt»uZs? Îû &äóÓx« çnrãsù n<Î) «!$# ÉAqß§9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# 4 y7Ï9ºs ×öyz ß`|¡ômr&ur ¸xÍrù's? ÇÎÒÈ
“Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu,
Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS.
An-Nisa: 59).
Masih
berkaitan dengan surah annisa ayat 59, al-hafidh ibnu hajar berpendapat bahwa
maksud kisah Abdullah bin hudzafah, munasabah atau keterkaitan disangkut
pautkan dengan alasan turunnya ayat ini (surah an-nisa: 59), karena dalam kisah
itu dihasilkan adanya perbatasan antara taat kepada pemerintah (pimpnan) dan
menolak perintah, ntuk terjun ke dalam api. Ayat ini turun memberikan petunjuk
kepada mereka apabila berbantahan hendaknya kembali kepada Allah dan Rasulnya.[11]
Karena
perintah penguasa itu terbagi tiga bagian:
Perintah
yang sesuai dengan yang diperintahkan Allah ta’ala maka wajib ditaati
Mereka
memerintahkan kemaksiatan, maka tidak perlu mendengarkan dan metaati mereka
apapun yang terjadi jika kamu disiksa oleh mereka disebabkan hal ini (tidak
mentaati) maka mereka akan dibalas pada hari kiamat oleh Allah SWT.
Mereka
memerintahkan sesuatu yang di dalamnya tidak ada perintah atau larangan syar’I,
di dalam hal ini wajib mentaati mereka, jika tidak mentaati termasuk orang-orang
yang berdosa, dan penguasa berhak memberi hukuman dengan sesuatu yang mereka
pandang sesuai, karena telah melanggar perintah Allah dalam mentaati mereka.[12]
Maka
dari itu wajib mendengar dan patuh kepada perintah pemimpinnya, selama yang
diperintahkannya itu tidak merupakan perbutan maksiat.
Apabila
yang diperintahkan itu merupakan perbuatan maksiat yang tidak dibenarkan oleh
syara’, maka rakyat tidak boleh mendengar dan mematuhi perintah itu. Misalnya,
pemimpinitu melarang wanita muslim mengenakan jilbab; pemimpin yang menyuruh
untuk melakukan perjudian dan masih banyak contoh yang lain.
Kriteria-kriteria
pemimpin yang wajib kita taati :
1) Islam
2) Mengikuti perintah-perintah Allah dsan
Rasul-Nya
3) Menyuruh berbuat baik dan mencegah
berbuat munkar
4) Lebih mementingkan kepentingan umat dari pada
kepentingan pribadi
5) Tidak mendzalimi umat Islam
6) Memberikan teladan dalam beribadah
Ringkasnya
Pemimpin atau penguasa adalah pemelihara umat yang harus dengan jujur
melaksanakan amanah dan tuntutan rakyatnya untuk menciptakan kesejahteraan di
segala bidang. Ia akan mempertanggungjawabkan semua kebijakan yang diambilnya
sewaktu di dunia menyangkut persoalan umat. Apabila adil, jujur, dan benar,
maka Allah merahmatinya, tetapi bila dzalim dan menyelewengkan kekuasaannya,
maka Allah akan melaknatnya.
Dan
jika pemimpin itu sesuai dengan yang di tuliskan oleh Nabi maka Kita wajib
menaati segala apapun yang di perintahkannya.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
ü
Kamu semua adalah
pemimpin dan semua akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya.
ü
Pemimpin atau penguasa
adalah pemelihara umat yang harus dengan jujur melaksanakan amanah dan tuntutan
rakyatnya untuk menciptakan kesejahteraan di segala bidang. Ia akan
mempertanggungjawabkan semua kebijakan yang diambilnya sewaktu di dunia
menyangkut persoalan umat. Apabila adil, jujur, dan benar, maka Allah
merahmatinya, tetapi bila dzalim dan menyelewengkan kekuasaannya, maka Allah
akan melaknatnya.
ü
Dan jika pemimpin itu
sesuai dengan yang di tuliskan oleh Nabi maka Kita wajib menaati segala apapun
yang di perintahkannya.
ü
Perintah pernguasa
terbagi tiga bagian
1)
Perintah yang sesuai
dengan apa yang diperintahkan oleh Allah ta’ala wajib ditaati.
2)
Mereka memerintahkan
kemaksiatan, maka tidak perlu mendengarkan dan mentaati mereka
3)
Mereka memerintahkan
sesuatu yang di dalamnya tidak terdapat perintah atau larangan syar’i, dalam
hal ini wajib mentaati mereka, jika tidak mentaati maka termasuk orang-orang
yang berdosa.
B. Saran
Penulis
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan
baik di segi pembahasannya maupun susunan makalahnya, oleh karena itu penulis
menyarankan kepada pembaca agar sudi kiranya memberikan kritikan dan saran yang
membangun demi sempurnanya makalah ini di masa yang akan datang
DAFTAR
PUSTAKA
Ø Thariq
M As-Suwaidan dan Faishal Umar
Basyarahil, Melahirkan Pemimpin Masa Depan (Jakarta: Gema Insani, 2005)
Ø Muhammad
Fuad Abdul Baqi, Al-Lu’lu Wal Marjan, (Semarang: Al-Ridha, 1993)
Ø Syaikh
Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin, Syarah Riyadhus Shalhin, Jilid 2, Cet. 2,
(Jakarta Timur: Darussunnah Press, 2009)
Ø Shaleh,
Dkk, Asbabun Nuzul: Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-Ayat Al-Qur’an, Cet.
3, (Bandung: Cv Diponegoro, 1982)
Ø Ibnu
Hamzah Al-Husaini Ad-Damsyiki, Asbabul Wurud, Kalam Mulia.
[1] Thariq
M As-Suwaidan dan Faishal Umar
Basyarahil, Melahirkan Pemimpin Masa Depan (Jakarta: Gema Insani, 2005), hal.
301
[3] Syaikh
Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin, Syarah Riyadhus Shalhin, Jilid 2, Cet. 2,
(Jakarta Timur: Darussunnah Press, 2009), Hal. 1030-1031.
[6] Shaleh,
Dkk, Asbabun Nuzul: Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-Ayat Al-Qur’an, Cet.
3, (Bandung: Cv Diponegoro, 1982), Hal. 370
0 komentar:
Posting Komentar