Pages

Minggu, 29 November 2015

Contoh sampul makalah



“TUGAS”
Membuat RPP

Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah “ Pembelajaran Alqur’an Hadits”
Dosen : Ma’as Shobirin, M.Pd.











Disusun Oleh :


                 NAMA   : MUHAMMAD SHOLEH KHOIRUL ANWAR
                           NIM       : 136014857
                           KELAS  : E1

UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG
FAKULTAS AGAMA ISLAM
 TAHUN 2015

Jumat, 27 November 2015

Makalah Perkembangan Peserta Didik

Bripda M. Sholeh. K. Anwar



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama, bahwasanya pendidikan merupakan suatu hal yang urgen dalam setiap lini kehidupan. Sebagai wahana untuk membentuk manusia ideal, maka pendidikan tidak akan pernah terlepas dari kehidupan kita sehari-hari. Di lain pihak pendidikan merupakan faktor penentu kemajuan suatu negara. Maju tidaknya suatu negara tergantung dari kualitas pendidikan di dalamnya. Sudah jelas kiranya bahwasanya pendidikan memang memiliki peranan penting dalam kehidupan umat manusia. Anak didik sebagai salah satu komponen pendidikan dalam hal ini memerlukan perhatian yang cukup serius, terlebih selain sebagai objek juga berkeduduna sebagai subjek dalam pendidikan. Dengan kedudukan yang demikian maka keterlibatan anak didik menjadi salah satu faktor penting dalam terlaksananya proses pendidikan. Sebagai seseorang yang terkenal dengan pakar sosiolog, Ibn Khaldun mencoba mendefinisikan anak didik sesuai tingkat pemahamannya. Dengan latar belakang sosiolog dan juga sejarawan, sedikit banyaknya memberikan pengaruh dalam usahanya memberikan pandangan terhadap anak didik.
Sebelum mempelajari secara khusus mengenai anak didik dalam kaitannya sebagai siswa (subyek belajar), perlu kiranya melihat diri anak didik itu sebagai manusia. Dengan kata lain, perlu dijelaskan dulu mengenai hakikat manusia. Sebab soal manusia adalah soal “kunci” soal utama dalam kegiatan pendidikan. Bagaimana manusia itu bertingkah laku, apa yang menggerakkan manusia itu sehingga mampu mendinamisasikan dirinya dalam berbagai perilaku kehidupan.
Manusia adalah makhluk yang kompleks, kekompleksitasan manusia itu tiada taranya di muka bumi ini. Manusia lebih rumit dari makhluk apapun yang bisa dijumpai dan jauh lebih rumit dari mesin apapun yang bisa dibuat. Manusia juga sulit dipahami karena keunikannya. Dengan keunikannya, manusia adalah makhluk tersendiri dan berbeda dengan makhluk apapun. Juga dengan sesamanya. Tetapi, bagaimanapun sulitnya atau apapun hambatannya, manusia ternyata tidak pernah berhenti berusaha menemukan jawaban yang dicarinya itu. Dan barang kali sudah menjadi ciri atau sifat manusia juga untuk selalu mencari tahu dan tidak pernah puas dengan pengetahuan-pengetahuan yang diperolehnya, termasuk pengetahuan tentang dirinya sendiri dan sesamanya.
B.  Rumusan Masalah


1.            Apakah Hakikat Anak Didik sebagai Subjek Belajar ?
2.            Apa pengertian Perkembangan ?
3.            Bagaimana Aliran Asosiasi ?
4.            Bagaimanakah Konsepsi Aliran Gestalt ?
5.            Bagaimanakah Konsepsi Aliran Sosiologi ?

C.         TUJUAN
Sejalan dengan rumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      menganalisis definisi perkembangan menurut konsepsi aliran Asosiasi
2.      menganalisis definisi perkembangan menurut konsepsi aliran Psikologi Gestal
3.      menganalisis definisi perkembangan menurut konsepsi aliran Sosiologis

D.        MANFAAT
Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Bagi Penulis
Pembuatan makalah ini telah memberikan berbagai pengalaman bagi penulis, seperti pengalaman dalam mengumpulkan bahan dari berbagai sumber baik buku-buku maupun artikel-artikel yang relevan dengan masalah yang dikaji. Selain itu penulis juga mendapatkan berbagai pengalaman mengenai teknik penulisan makalah, teknik pengutipan, dan teknik penggabungan materi dari berbagai sumber.
2.      Bagi Pembaca
Mahasiswa yang membaca makalah ini akan dapat memahami konsep definisi perkembangan menurut aliran asosiasi, psikologi gestalt, dan aliran sosiologis. Makalah ini juga dapat dijadikan sumber refrensi bagi mahasiswa untuk mengembangkan pengetahuannya mengenai definisi perkembangan.
















BAB II
PEMBAHASAN

A.     Hakikat Anak Didik Sebagai Subjek Belajar

Anak didik merupakan salah satu komponen terpenting dalam pendidikan. Tanpa anak didik, proses kependidikan tidak akan terlaksana. Oleh karena itu pengertian tentang anak didik dirasa perlu diketahui dan dipahami secara mendalam oleh seluruh pihak. Sehingga dalam proses pendidikannya nanti tidak akan terjadi kemelencengan yang terlalu jauh dengan tujuan pendidikan yang direncanakan.
Dalam paradigma pendidikan Islam, peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan. Paradigma di atas menjelaskan bahwasanya manusia / anak didik merupakan subjek dan objek pendidikan yang memerlukan bimbingan orang lain (pendidik) untuk membantu mengarahkannya mengembangkan potensi yang dimilikinya, serta membimbingnya menuju kedewasaan.
Menurut Samsul Nizar (2002), beberapa hakikat peserta didik dan implikasinya terhadap pendidikan Islam, yaitu :
1.    Peserta didik bukan merupakan miniatur orang dewasa, akan tetapi memiliki dunia sendiri.
2.    Peserta didik adalah manusia yang memiliki diferensiasi periodesasi perkembangan dan pertumbuhan.
3.    Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan, baik yang menyangkut kebutuhan jasmani maupun rohani yang harus dipenuhi.
4.    Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individual.
5.    Peserta didik terdiri dari dua unsur utama, yaitu jasmani dan rohani.
6.    Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi (fitrah) yang dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis.
Dan hal itu sebagai bukti bahwa manusia memang memiliki tingkatan berpikir yang lebih tinggi dibanding dengan makhluk lainnya.Di samping memiliki pemikiran yang dapat menolong dirinya untuk menghasilkan kebutuhan hidupnya, manusia juga memiliki sikap
sikap hidup bermasyarakat yang kemudian dapat membentuk suatu masyarakat yang antara satu dengan yang lainnya saling menolong. Dari keadaan manusia yang demikian itu maka timbullah ilmu pengetahuan dan masyarakat. Ilmu yang demikian mesti diperoleh dari orang lain yang telah lebih dahulu mengetahuinya. Mereka itulah yang kemudian disebut guru. Agar tercapai proses pencapaian ilmu yang demikian itu, maka perlu diselenggarakan kegiatan pendidikan.
Dalam Al Qur`an sendiri manusia terdiri dari materi (jasad) dan immateri (ruh, jiwa, akal, qalb). Jika dihubungkan dengan pendidikan, maka manusia yang diberi pendidikan itu adalah jiwa dan akalnya. Pendidikan pada manusia adalah suatu proses pengembangan potensi jiwa dan akal yang tumbuh secara wajar dan seimbang, dalam masyarakat yang berkebudayaan.[1]

B. Pengertian Perkembangan

Didalam kehidupan anak ada dua proses yang beroprasi secara kontinue, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Banyak orang mengguakan istilah “pertumbuhan” dan “perkembangan” secara bergantian. Kedua proses ini berlangsung secara interpedensi artinya saling bergantung satu sama lain.

Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan kuantitatif yang menyangkut peningkatan ukuran dan struktur biologis. Hasil pertumbuhan antara lain berwujud bertambahnya ukuran-kuran kuantitatif badan anak, seperti panjang, berat dan kekuatannya. Dengan demikian pertumbuhan dapat juga diartikan sebagai proses perubahan dan proses pematangan fisik.1
Bagian pribadi yang material serta kuantitatif mengalami pertumbuhan, sedangkan bagian  pribadi fungsional yang kualitatif mengalami perkembangan. Perkembangan merupakan suatu perubahan, dan perubahan ini tidak bersifat kuantitatif, melainkan kualitatif. Perkembangan tidak ditekankan padas segi material, melainkan pada segi fungsional. Dari uraian ini, perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan kualitatif dari fungsi-fungsi.2
Menurut Nagel(1957), perkembangan merupakan pengertian dimanan terdapat struktur yang terorganisasikan dan mempunyai fungsi-fungsi tertentu, oleh karena itu bilamana terjadi perubahan struktur baik dalm organisasi maupun dalam bertuk, akan mengakibtkan perubahan fungsi.
Menurut Schneirla (1957), perkembangan adalh perubahan-perubahn progresif dalam organisasi organism dan organisasi ini dilihat sebagai system fungsional dan adaptif sepanjang hidupnya. Perubahan-perubahan progresif ini meliputi dua fktor yakni kematangan dan pengalaman.
Spiker (1966) mengemukakan  dua macam pengertian yang harus dihubungkan  dengan perkembangan, yakni sebagai berikut :
1)      Ortogenetic, yang berhubungan dengan perkembangan sejak terbentuknya individu yang baru dan seterusnya sampai dewasa.
2)      Filogenetik, Ykni perkembangan dari asal-usul manusia sampai sekarang ini. Perkembangan perubahan fungsi sepanjang masa hidupnya menyebabkan perubahan tingkah laku dan perubahan ini juga terjadi sejak permulaan adaanya manusia. Jadi perkembangan ortogenetik mengarah ke suatu tujuan khusus sejalan dengan perkembangan evolusi yang mengarah kepada kesempurnaan manusia.[2]
Bijou dan Baer (1961) mengemukakan perkembangan psikologis adalah perubahn progresif yang menunjukan cara organism bertingkah laku  dan berinteraksi dengan lingkungan. Interaksi yang dimaksud disini adalah apakah suatu jawaban tingkah laku akan diperlihatkan atau tidak, tergantung dari perangsang-perangsang yang ada di lingkunganya. Rumusan lain tentang arti perkembangan dikemukakan oleh Libert, Paulus, dan Strauss (singgih, 1990:31), yaitu bahwa: “ Perkembangan adalah proses perubahan dalam pertumbuhan pada suatu waktu sebagai fungsi kematangan dan interaksi dengan lingkungan.” Istilah perkembangan lebih dapat mencerminkan sifat-sifat yang khas mengenai gejala-gejala psikologis yang menampak. Perkembangan dapat juga dilukiskan sebagai suatu proses yang kekeal dan tetap yang menuju kearah organisasi pada tingkat integrasi yang lebih tinggi, berdasarkan proses pertumbuhan, kematangan, dan belajar (Monks, 1984: 2).
            Perubahan-perubahan meliputi beberapa aspek, baik fisik maupun psikis. Perubahan tersebut dapat dibagi menjadi 4 (empat) kategori utama, yaitu perubahan dalam ukuran, perubahan dalam perbandingan, perubahan untuk mengganti hal-hal yang lama, dan perubahan untuk memperoleh hal-hal baru.3
Havighurst (Garruson, 1956: 14-15) mengemukakan 10 jenis tugas perkembangan remaja yaitu:
1)      Mencapai hubungan dengan teman lawan jenisnya secara lebih memuaskan dan matang;
2)      Mencapai perasaan seks dewasa dengan yang diterima secara social;
3)      Menerima keadaan badannya  dan menggunakannya secara efektif;
4)      Mencapai kebebasan emosional dari orang dewasa;
5)      Mencapai kebebasan ekonomi;
6)      Memilih dan menyiapkan suatu ekerjaan;
7)      Menyiapkan perkawinan dan kehidupan berkeluarga;
8)      Mengembangkan keterampilan dan konsep intelektual perlu bagi warga Negara yang   kompeten;
9)      Menginginkan dan mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara  social; dan
10)   Mencapai suatu perangkat nilai yang digunakan sebagai pedoman tingkah laku.

Memasuki jenjang dewasa telah “terbayang” berbagai hal yang harus dihadapi. Bukan saja menghadapi hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan fisik,social, ekonomi, tetapi juga menghadapi tugas yang berkaitan dengan factor psikologis, seperti pencapaian kebahagiaan dan kepuasan, persaingan, kekecewaan, dan perang batin yang bisa terjadi karena perbedan norma masyarakat dalam system kehidupan social dan kata hati setiap individu.[3]
Menurut Sunarto ( 1999 ) dalam kehidupan anak ada dua proses yang beroperasi secara kontinue, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Banyak orang menggunakan istilah ‘ pertumbuhan” dan “ perkembangan “ secara bergantian. Kedua proses ini berlangsung secara interdepensi, artinya saling bergantung satu sama lain. Kedua proses ini tidak dapat terpisahkan dalam bentuk- bentuk yang secra pilah bediri snediri-sendiri, akan tetapi bisa di bedakan untuk maksud lebih memperjelas penggunaannya.
Secara sederhana Seifert & Hoffnug (Desmita, 2005:4) mendefinisikan perkembangan sebagai “Long term changes in a person’s growth, feeling, patterns of thinking, social relationship, and motor skill.” Sementara itu, Chaplin (Desmita, 2002:4) mengartikan perkembangan sebagai: (1) perubahan yang berkesinambungan dan progresif dalam organisme, dari lahir sampai mati; (2) pertumbuhan; (3) perubahan dalam bentuk dan dalam integrasi dari bagian-bagian jasmaniah ke dalam bagian-bagian fungsional; (4) kedewasaan atau kemunculan pola-pola asasi dari tingkah laku yang tidak dipelajari. Danim & Khairil (2010) dalam bukunya yang berjudul Psikologi Pendidikan menjelaskan pengertian perkembangan adalah perubahan yang sistematis, progresif, dan berkesinambungan dalam diri individu sejak lahir hingga akhir hayatnya. Perubahan itu dijalani oleh anak manusia khususnya sejak lahir hingga mencapai tingkat kedewasaan atau kematangan. Sistematis mengandung makna bahwa perkembangan itu dalam makna normal jelas urutannya. Progresif bermakna perkembangan itu merupakan metamorphosis menuju kondisi ideal. Berkesinambungan bermakna ada konsistensi laju perkembangan itu sampai dengan tingkat optimum. Sejalan dengan pendapat diatas Sunarto & Hartono (2002:43) menyatakan bahwa perkembangan merupakan suatu proses yang menggambarkan prilaku kehidupan sosial manusia pada posisi yang harmonis didalam lingkungan masyarakat yang lebih luas dan kompleks.
Kalau kita cermati pendapat para ahli diatas ternyata, pengertian perkembangan bermacam-macam sekali, akan tetapi betapapun juga berbeda-bedanya pendapat para ahli tersebut, namun semuanya mengakui bahwa perkembangan itu adalah suatu perubahan, perubahan kearah yang lebih maju, lebih dewasa. Secara teknis perubahan tersebut biasanya disebut proses. Jadi pada garis besarnya para ahli sependapat, bahwa perkembangan itu adalah suatu proses. Tetapi apabila persoalan kita lanjutkan dengan mempersoalkan proses apa, maka di sini kita dapatkan lagi bermacam-macam jawaban, yang pada pokoknya berpangkal kepada pendirian masing-masing ahli. Pendapat atau konsepsi yang bermacam-macam itu pada pokoknya dapat kita golongkan menjadi tiga golongan, yaitu :
1.      konsepsi-konsepsi para ahli yang mengikuti aliran Asosiasi;
2.      konsepsi-konsepsi para ahli yang mengikuti aliran Gestalt;
3.      konsepsi-konsepsi para ahli yang mengikuti aliran Sosiologisme.[4]
Di bawah ini akan kita paparkan satu per satu mengenai aliran-aliran yang ada di atas sebagai berikut :

C. Aliran Asosiasi
 Sejak abad ke-7,Psikologi Asosiasi merupakan salah satu aliran psikologi yang dipengaruhi secara tidak langsung oleh ilmu pengetahuan alam (khususnya fisika).Metode yang digunakan oleh aliran ini dalam usaha mempelajari jiwa adalah meode analistis-sintesis. Metode ini, merupakan cara berpikir dalam ilmu pengetahuan alam, yang memandang alam ini terdiri atas unsur-unsur (elemen-elemen) dan terjadi proses pesenyawaan berdasarkan hukum-hukum tertentu. Di sini tidak diakui adanya faktor-faktor kejiwaan yang dibawa sejak lahir. Jiwa, menurut teori ini berisi ide-ide yang didapatkan melalui panca indra, dimemorikan dan saling diasosiasikan satu sama lain melalui prinsip-prinsip kesamaan,kekontrasan, dan kelangsungan. Oleh karena jiwa dipandang oleh aliran ini seperti mesin yang bergerak secara mekanis menurut menurut hukum-hukum tertentu, maka berarti jiwa dipandangnya pasif hanya hukum-hukum yang menggerakkan jiwa yang dianggap aktif. Dan Psikologi lama menyusun lima hukum asosiasi, sebagai berikut:
Hukum I  : Hukum persamaan waktu: tanggapan-tanggapan yang muncul pada saat yang sama dalam kesadaran, akan terasosiasi bersama. Misalnya, benda dengan namanya, kampus dengan jalannya, barang dengan bahannya, dan lain-lain.

Hukum II  : Hukum peraturan: benda atau peristiwa yang mempunyai perurutan, akan terasosiasi bersama. Misalnya, huruf-huruf dari alfabet, melodi, sanjak, dan lain-lain.

Hukum III  : Hukum persamaan (persesuaian): tanggapan-tanggapan yang hampir sama, akan terasosiasi bersama. Misalnya, potret dengan orangnya, Surabaya dengan Jakarta, lautan dengan lautan pasir, dan lain-lain.

Hukum IV : Hukum kebalikan (lawan): tanggapan-tanggapan yang berlawanan akan teasosiasi bersama. Misalnya, kaya-miskin, tua-muda, besar-kecil, gemuk-kurus, dan lain-lain.

Hukum V : Hukum galur atau pertalian logis: tanggapan-tanggapan yang mempunyai perkaitan yang logis satu sama lain, akan terasosiasi bersama. Misalnya, liburan dengan pesiar, musim barat dengan hujan, musim pancaroba dengan penyakit, dan lain-lain.[5]

Tokohnya Psikologi Asosiasi ialah, John Locke (abad 17), kemudian aliran ini diikuti oleh David Hume, Hertley John Stuart Mill, dan Herbert Spencer.

 Salah satu tokoh terkenal dalam aliran Asosiai adalah John Locke. Locke berpendapat bahwa pada permulaannyajiwa anak itu adalah bersih semisal selembar kertas putih yang kemudia sedikit terisi oeleh pengalaman atau empiri. Dalam hal ini Locke membedakan adanya dua macam Pengalaman. Yaitu :
a)    Pengalaman luar, yaitu pengalaman yang di peroleh dengan melalui panca indra, yang menimbulkan sensation dan
b)    Pengalaman dalam, yaitu pengalaman mengenai keadaan kegiatan batin sendiri yang menimbulkan reflexions.





Pendirian Psikologi Asosiasi

1)      Dalil pokok: Jika beberapa elemen (unsur) bersama-sama atau berturut-turut masuk ke dalam kesadaran, dengan sendirinya terjadi hubungan antar unsur-unsur itu. Hubungan ini disebut Asosiasi.
Ciri-ciri daripada Asosiasi itu adalah:
a)      Tiap gejala jiwa tidak lain adalah kumpulan unsur-unsur elemen.
b)      Kekuatan asosiasi tergantung pada banyak kalinya unsur-unsur itu masuk bersama- sama  ke dalam kesadaran.
c)     Asosiasi hanya sifat luar saja, asosiasi tidak dapat mengubah sifat masing-masing elemen.
2)      Metode kerja Psikologi Asosiasi:
Ilmu jiwa Asosiasi mengikuti cara kerja ilmu gaya (mekanika), dan darinya dipakai analitis-sintesis dalam kalangan ilmu jiwa.
Analitis: Orang berusaha mengadakan analisis untuk mengembalikan semua gejala jiwa kepada unsur yang paling sederhana, yakni tanggapan segala sesuatu yang terjadi dalam kesadaran berasal dari elemen-elemen tersebut. Bahkan semua gejala jiwa yang lebih tinggi (misalnya memikir, merasa, menghendaki) dapat dikembalikan kepada tanggapan.
Sintesis: Orang berusaha mengadakan sintesis, menyusun gejala-gejala jiwa yang lebih pelik dari unsur-unsur pangkal yakni tanggapan.
Tanggapan-tanggapan, ingatan-ingatan, dan pengindraan, merupakan unsur-unsur jiwa yang diutamakan oleh aliran ini. Dengan metode alistis-sintesis, aliran ini meenganalisis jiwa. Dengan analitis dia berusaha menguraikan gejala-gejala kejiwaan pada unsur-unsur pokok berupa tanggapan-tanggapan. Dengan sintesis, mereka menata tanggapan-tanggapan tersebut secara asosiatif menjadi gejala-gejala psikologi yang bersenyawa.

simple idea yang satu dengan simple idea yang lain hanya mungkin terjadi oleh adanya asosiasi.
1. Ada 3 hukum asosiasi yaitu :
a. Similaritas : persamaan dua hal menyebabkan asosiasi. Merupakan suatu keadaan ketika asosiasi terjadi karena suatu hal mempunyai persamaan dengan satu hal lainnya sehingga kedua hal itu saling dihubungkan. Misal: ketika seseorang teringat akan ibu, secara asosiatif, maka ia akan teringat juga pada ayah, karena baik ayah maupun ibu adalah orang tua.
b. Kontiguitas : kelanjutan antara satu hal dengan hal yang lain yang menimbulkan asosiasi.
Merupakan hubungan asosiasi yang terjadi karena suatu hal berdekatan dengan hal lainnya, baik dalam hal pengertian ruang maupun waktu. Misal: jika seseorang melihat meja ia akan teringat pada kursi, karenakedua benda itu biasanya selalu berdekatan.
c. Intensitas : kekuatan hubungan antara dua hal menimbulkan asosiasi dan karena ragu, beliau mengganti istilah intensitas dengan dua konseplain yaitu insuperabilities dan frekuensi.
            Aliran Asosiasi tersebut setidak-tidaknya dalam bentuknya seperti yang di kemukakan di atas itu kini tinggal ada dalam sejarah akan tetapi pengaruhnya dalam lapangan pendidikan dan pengajaran belum lama di tinggalkan orang. Metode mengajar dan membaca dan juga menulis secara sintesis, metode menggambarkan secara sintesisi, belum lama kita tinggalkan atau malah mungkin masih ada yang mengikuti , metode – metode tersebut dasar psikologinya adalah psikologi Asosiasi.


D. Aliran Gestalt

Gestalt adalah sebuah kata Jerman yang sering diterjemahkan ke dalam bahasa inggris sebagai form atau configuration (bentuk). Ilmu jiwa Gestalt timbul sebagai reaksi terhadap elemen psikologi (elementisme). Aliran ini diumumkan pertama kali oleh Max Wartheimer pada 1912, dipelopori oleh Von Ehrendels.
Awalnya, Max melakukan eksperiment menggunakan stroboskop yang melihatkan dua belah garis melintang dan tegak secara bergantian dan kesan yang muncul adalah garis tersebut bergerak dari tegak ke melintang pengikut aliran ini mengemukakan konsepsi yang berlawanan dengan konsepsialiran asosiasi. Beliau beranggapan bahwa bergeraknya objek statis menjadi rangkaian gerak dinamis yang dimunculkan dalam waktu singkat dapat di mungkinkan bahwa dalam pola pikir manusia itu terjadi proses interprestasi.
Teori ini di dukung oleh Kurt Koffka yang menguatkan pendapat Max bahwa proses terciptanya ide bisa di peroleh dari persepsi, belajar, mengingat.
Konsep teori Gestalt.
1.    Kesamaan ,terjadi jika benda terlihat mirip satu sama lai. Orang sering menganggap sebagai pola atau kelompok.
2.    Kelanjutan, terjadi jika mata di paksa untuk bergerak melalui satu titik objek terus ke objek lain. Seperti mata mengikuti garis di Kurva.
3.    Penutupan, terjadi jika ada objek tidak lengkap atau tertutupnya spasi yang tidak penuh.
4.    Kedekatan, terjadi karena elemen di tempatkan berdekatan mereka akan di anggap sebagai satu kelompok.[6]
Tokoh-tokoh lainnya adalah Kurt Koffka (1886-1941) dan Wolfgang Kohler (1887-1967). Mereka kemudian pindah ke Amerika, karena sebagai keturunan Yahudi mereka jadi sasaran kejaran NAZI.
Teori yang mereka ajukan adalah bahwa dalam pengamatan atau persepsi suatu situasi, rangsangan ditangkap secara keseluruhan. Jadi, persepsi bukanlah penjumlahan rangsangan-rangsangan kecil (detail) yang ditangkap oleh alat-alat indra.
Wundt menyatakan adanya schopferische synthese (sintese yang kreatif/mencipta). Yaitu, setiap gejala psikis yang majemuk adalah lebih dari pada penjumlahan elemen-elemen, dan memiliki sifat-sifat atau ciri-ciri baru yang tidak dimiliki oleh elemen-elemen tadi. Ehrenfels berkata, bahwa bagi pengindraan manusia, totalitas itu selalu ada lebih dahulu daripada bagian-bagiannya. Artinya, dalam kesadaran manusia itu muncul terlebih dahulu satu kompleks atau satu gambaran totalitas; baru kemudian akan muncul bagian-bagian daripada penjumlahan bagian-bagian tersebut atau totalitasnya; dan keseluruhan ada lebih dahulu daripada bagian-bagiannya.[7]
Misalnya, kalau kita mangamati sebuah mobil, kita tidak melihatnya sebagai susunan ban, lampu, kaca, pintu, alat kemudi, dan lain-lain, melainkan kita mengamatinya benar-benar sebagai sebuah mobil, yang mempunyai arti tersendiri terleepas dari detail-detailnya. Karena itulah, meskipun mobil itu kita lihat dari depan, belakang, samping, dekat, jauh, dalam gelap, dan sebagainya, selalukita tangkap sebagai mobil, tidak sebagai benda lain. Eksperimen Gestalt yang pertama adalah tentang pengamatan gerakan, kalau beberapa lampu kita letakkan berderet dan dinyalakan berganti-ganti dengan cepat, maka kita tidak akan melihat lampu-lampu itu menyala berganti-gantian, melainkan kita akan melihat sebuah sinar yang bergerak. Gejala ini disebut Phi Phenomenon yang sering kita lihat pada lampu-lampu hias.
 Perbedaan :
Ilmu Jiwa Asosiasi :
1.    Semua gajala kejiwaan terjadi dari unsur-unsur yakni tanggapan.
2.    Bagian-bagian (unsur) itu menjadi suatu proses penggabungan yang disebut Asosiasi. Dalam jumlah ini unsur-unsur tetap berdiri sendiri dan jumlah itu benar-benar hanya merupakan gabungan unsur-unsur.

Ilmu Jiwa Gestalt :
1.    Dalam alat kejiwaan tidak terdapat unsur-unsur melainkan gestalt (keseluruhan).
2.    Tiap bagian tidak berarti sama sekali; baru mempunyai arti kalau bersatu dalam hubungan kesatuan. Tiap bentuk tertentu dari kesatuan itu disebut Gestalt.[8]

E.     Aliran Sosiologis
Aliran-aliran yang tergolong dalam hal ini, terdapat bahwa perkembangan itu merupakan proses sosialis. Mereka mengatakan bahwa anak-anak itu pada mulanya adalah asosial/prasosial, kemudian dalam perkembangannya lambat laun berubah menjadi sosial. Tokohnya yang terkenal adalah James Mark Baldwin dengan karyanya “Development in the Child and the Race” di mana dia berpendapat bahwa ada kesejajaran antara ontogenese (jiwa perseoarangan) dan phylogenese (jiwa bangsa-bangsa), maksudnya bahwa ada persamaan-persamaan pernyataan-pernyataan psikis pada masyarakat primitif. Antara lain persamaan gejala psikis tersebut adalah:
Anak-anak:
a.    Rasa takut, gelisah, kalau dilepas oleh pengaruh, misalnya dalam bak mandi, di kamar sendiri, dan lain-lain.
b.     Bersifat instingtif.
c.    Sugestibel (mudah kena pengaruh).
d.    Suka pada warna-warna yang menyala.
Baldwin menyatakan, bahwa proses perkembangan itu berlangsung melalui adaptasi dan seleksi ini berlangsung atas dasar hukum “Law of Effect” (dari Thorndike).
Pengaruh Baldwin terutama karena hipotesisnya tentang Circuar Reaction dengan berpangkal kesejajaran anatar antogenesis dan phylogenesis Baldwin menerangkan perkembangan sebagai proses sosialisasi dalam bentuk imitasi yang berlangsung dengan adaptasi dan seleksi. Adaptasi dan seleksi ini berlangsung atas dasar efek ( Law OF Effect )juga perilaku tingkah laku pribadi di terangkan sebagai imitasi. Kebiasaan adalah imitasi terhadap diri sendiri. Sedangkan untuk adaptasi sendiri   adalah peniruan pada orang lain. Oleh efeknya sendiri tingkah laku atau aktifitas mendapatkan faidah atau prestasi yang lebih tinggi. Dalam hal yang demikianlah terkandung daya kreasi, sehingga manusia mampu menemukan dan menggunakan alat-alat yang timbul dari peniruan diri sendiri.
Seleksi berarti mempertahankan tingkah laku-tingkah laku yang menguntungkan dan membuang tingkah laku-tingkah laku yang tidak menguntungkan. Dengan meniru “aku”-nya orang dewasa anak-anak lama kelamaam timbul kesadaran “aku” yang lain yang menjadi obyek peniruannya. Selanjutnya Baldwin berpendapat, bahwa setidak-tidaknya ada dua macam peniruan, yaitu:

(a)   nondeliberate imitation, dan

(b) deliberate imitation.Nondeliberate imitation misalnya terjadi kalau anak meniru gerakan-gerakan, sikap orang dewasa. Deliberate imitation terjadi misalnya kalau anak-anak bermain “peranan sosial”, yaitu misalnya menjadi ibu, penjual kacang, menjadi kondektur, menjadi penumpang kereta api, dan sebagainya;
Proses peniruan ini terjadi pada tiga taraf, yaitu:
a. Taraf yang pertama yang disebut taraf proyektif (projective stage);pada taraf ini anak mendapatkan kesan mengenai model (obyek)yang ditiru.
b. Taraf yang kedua disebutnya taraf subyektif(subjective stage); pada taraf ini anak cenderung untuk meniru gerakan-gerakan, atau sikap model atau obyeknya.
c. Taraf ketiga disebutnya taraf eyektif(ejective stage); pada taraf ini anak telah menguasai hal yang ditirunya itu; dia dapat mengerti bagaimana orang merasa, berangan-angan, berpikir, dan sebagainya.
Ahli-ahli yang mengikuti aliran ini beranggapan bahwa, anak kecil mula-mula belum memiliki moral, yang kemudian lalu memiliki moral yang sifatnya heteronom, dan baru kemudian, yaitu setelah anak mencapai taraf kedewasaan, pemuda itu memiliki moral yang otonom. Proses perkembangan dari moral yang hetronom, yaitu moral yang pedoman-pedomannya terdapat di luar, yaitu pada orang tua dan orang-orang dewasa yang lain ke moral yang otonom, yaitu moral yang pedoman-pedomannya terdapat didiri anak sendiri, disebut proses internalisasi. Proses internalisasi ini berlangsung dengan identifikasi (yang mirip sekali dengan imitasi). Dan tujuan imitasi (identifikasi) ini tidak lain ialah penyesuaian tingkah laku dan perbuatan anak dengan norma-norma social, jadi proses sosialisasi.
Konsepsi tentang proses sosialisasi ini banyak diikuti oleh ahli-ahli di daerah Anglo Saksis.  (Inggris dan Amerika serikat) Istilah-istilah seperti sosial adjustmen, mature and socialized personality, maladjusted children dan sebagainya yang banyak kita jumpai dalam kepustakaan yang berbahasa inggris menunjukkan betapa besarnya pengaruh konsepsi tersebut.
Menyimak pendapat tersebut, maka perkembangan individu dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan yang terjadi dalam diri individu baik fisik maupun psikis dalam rentang kehidupan individu. Dalam proses perubahan tersebut akan terjadi interaksi antara berbagai bentuk kegiatan psikis individu dengan lingkungan luar melalui sensori.[9]






















BAB III
PENUTUP

A.              Simpulan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan dan pemaparan pada pembahasan maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1.      Definisi perkembangan menurut konsepsi aliran asosiasi adalah pada hakikatnya perkembangan itu adalah proses bahwa asosiasi. Bagi para ahli yang mengikuti aliran ini yang primer adalah bagian-bagian, bagian-bagian ada lebih dahulu, sedangkan keseluruhan ada lebih kemudian. Bagian-bagian terikat satu sama lain menjadi suatu keseluruhan oleh asosiasi.
2.   Definisi perkembangan menurut konsepsi aliran psikologi Gestalt adalah perkembangan itu adalah proses diferensiasi. Dalam proses diferensiasi itu yang primer adalah keseluruhan, sedangkan bagian-bagian adalah sekunder; bagian-bagian hanya mempunyai arti sebagai bagian dari pada keseluruhan dalam hubungan fungsional dengan bagian-bagian yang lain, keseluruhan ada terlebih dahulu baru disusul oleh bagian-bagiannya.
3.      Definisi perkembangan menurut konsepsi aliran Sosiologis adalah suatu proses perubahan yang terjadi dalam diri individu baik fisik maupun psikis dalam rentang kehidupan individu. Dalam proses perubahan tersebut akan terjadi interaksi antara berbagai bentuk kegiatan psikis individu dengan lingkungan luar melalui sensori.[10]

B.        Saran
Berdasarkan pembahasan dan simpulan, maka saran yang dapat diajukan adalah sebagai berikut:
1.      Guru hendaknya memahami tingkat perkembangan anak didiknya agar pembelajaran yang diterapkan sesuai dengan tingkat perkembangan anak didiknya.
2.      Mahasiswa calon guru hendaknya menguasai konsepsi-konsepsi definisi perkembangan     menurut beberapa aliran agar dapat memahami secara teoritik dan menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip perkembangan peserta didik dalam melakukan proses perencanaan, pengembangan, penerapan, pengelolaan, dan penilaian yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik.[11]




[1] Ibrahim, M. Pd., Suparni, M. Pd., Strategi Pembelajaran Matematika, Yogyakarta: Sukses. 2008. Hal. 57-58.





[2] . Prof. Dr. H. Sunarto, Perkembangan peserta didik, (Jakarta: Rineka cipta, 2008), hal.34-35
3.   Drs. H. Abu Ahmadi, Psikologi perkembangan, (Jakarta: Rineka cipta,1991), hal. 6
4.   op. cit, hal. 38-39

5. Prof. Dr. H. Sunarto, Perkembangan peserta didik, (Jakarta: Rineka cipta, 2008), hal.43-44.
6. Ibid, hal. 46-51


[4] 7. Desmita . Psikologi perkembangan. PT Remaja Rosdakarya : Bandung.2005. Hal. 4
[5] 8. Dr. Kartini Kartono, PSIKOLOGI umum, CV. Mandar Maju, Bandung 1996 ….hlm 60
   9.  Drs.H.Abu Ahmadi, PSIKOLOGI umum, PT Rineka Cipta, 2009….hlm 47
[6]10. Danian dan Khoirul,Psikologi Pendidikan dalam perspektif Baru,. Bandung Alfabeta.2010. hal. 36
[7] 11. Dr. Kartini Kartono, PSIKOLOGI umum, CV. Mandar Maju, Bandung 1996…hlm 160
 12. Sarlito W.Sarwono, pengantar PSIKOLOGI UMUM, Rajawali Pers,2009…hlm 29-30
13. Drs.H.Abu Ahmadi, PSIKOLOGI umum, PT Rineka Cipta, 2009….hlm 48
14. Http:// Psikologi Perkembangan.blogspot.com/2011/06/faktor Psikologi html.
[10]15. Syah. Muhibbin.2010.”Psikologi Pendidikan dengan pendidikan baru”.hal. 94
16. Buns hamzah-2010.” Orreantasi baru dalam psikologi pembelajaran”. Jakarta : Pt. Bumi Aksara. Hal. 39