BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sebagaimana
yang telah kita ketahui bersama, bahwasanya pendidikan merupakan suatu hal yang
urgen dalam setiap lini kehidupan. Sebagai wahana untuk membentuk manusia
ideal, maka pendidikan tidak akan pernah terlepas dari kehidupan kita
sehari-hari. Di lain pihak pendidikan merupakan faktor penentu kemajuan suatu
negara. Maju tidaknya suatu negara tergantung dari kualitas pendidikan di
dalamnya. Sudah jelas kiranya bahwasanya pendidikan memang memiliki peranan
penting dalam kehidupan umat manusia. Anak didik sebagai salah satu komponen
pendidikan dalam hal ini memerlukan perhatian yang cukup serius, terlebih
selain sebagai objek juga berkeduduna sebagai subjek dalam pendidikan. Dengan
kedudukan yang demikian maka keterlibatan anak didik menjadi salah satu faktor
penting dalam terlaksananya proses pendidikan. Sebagai seseorang yang terkenal
dengan pakar sosiolog, Ibn Khaldun mencoba mendefinisikan anak didik sesuai
tingkat pemahamannya. Dengan latar belakang sosiolog dan juga sejarawan,
sedikit banyaknya memberikan pengaruh dalam usahanya memberikan pandangan
terhadap anak didik.
Sebelum
mempelajari secara khusus mengenai anak didik dalam kaitannya sebagai siswa
(subyek belajar), perlu kiranya melihat diri anak didik itu sebagai manusia.
Dengan kata lain, perlu dijelaskan dulu mengenai hakikat manusia. Sebab soal
manusia adalah soal “kunci” soal utama dalam kegiatan pendidikan. Bagaimana
manusia itu bertingkah laku, apa yang menggerakkan manusia itu sehingga mampu
mendinamisasikan dirinya dalam berbagai perilaku kehidupan.
Manusia
adalah makhluk yang kompleks, kekompleksitasan manusia itu tiada taranya di
muka bumi ini. Manusia lebih rumit dari makhluk apapun yang bisa dijumpai dan
jauh lebih rumit dari mesin apapun yang bisa dibuat. Manusia juga sulit
dipahami karena keunikannya. Dengan keunikannya, manusia adalah makhluk
tersendiri dan berbeda dengan makhluk apapun. Juga dengan sesamanya. Tetapi,
bagaimanapun sulitnya atau apapun hambatannya, manusia ternyata tidak pernah
berhenti berusaha menemukan jawaban yang dicarinya itu. Dan barang kali sudah
menjadi ciri atau sifat manusia juga untuk selalu mencari tahu dan tidak pernah
puas dengan pengetahuan-pengetahuan yang diperolehnya, termasuk pengetahuan
tentang dirinya sendiri dan sesamanya.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apakah Hakikat Anak
Didik sebagai Subjek Belajar ?
2.
Apa pengertian
Perkembangan ?
3.
Bagaimana Aliran
Asosiasi ?
4.
Bagaimanakah Konsepsi
Aliran Gestalt ?
5.
Bagaimanakah Konsepsi
Aliran Sosiologi ?
C. TUJUAN
Sejalan dengan rumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. menganalisis definisi perkembangan menurut konsepsi aliran Asosiasi
2. menganalisis definisi perkembangan menurut konsepsi aliran Psikologi Gestal
3. menganalisis definisi perkembangan menurut konsepsi aliran Sosiologis
D. MANFAAT
Adapun manfaat yang diharapkan
dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi Penulis
Pembuatan makalah ini telah memberikan berbagai pengalaman bagi penulis,
seperti pengalaman dalam mengumpulkan bahan dari berbagai sumber baik buku-buku
maupun artikel-artikel yang relevan dengan masalah yang dikaji. Selain itu
penulis juga mendapatkan berbagai pengalaman mengenai teknik penulisan makalah,
teknik pengutipan, dan teknik penggabungan materi dari berbagai sumber.
2. Bagi Pembaca
Mahasiswa yang membaca makalah ini akan dapat memahami konsep definisi
perkembangan menurut aliran asosiasi, psikologi gestalt, dan aliran sosiologis.
Makalah ini juga dapat dijadikan sumber refrensi bagi mahasiswa untuk
mengembangkan pengetahuannya mengenai definisi perkembangan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Anak Didik Sebagai Subjek
Belajar
Anak didik merupakan salah satu komponen
terpenting dalam pendidikan. Tanpa anak didik, proses kependidikan tidak akan
terlaksana. Oleh karena itu pengertian tentang anak didik dirasa perlu
diketahui dan dipahami secara mendalam oleh seluruh pihak. Sehingga dalam
proses pendidikannya nanti tidak akan terjadi kemelencengan yang terlalu jauh
dengan tujuan pendidikan yang direncanakan.
Dalam paradigma pendidikan Islam, peserta didik
merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan)
dasar yang masih perlu dikembangkan. Paradigma di atas menjelaskan
bahwasanya manusia / anak didik merupakan subjek dan objek pendidikan yang
memerlukan bimbingan orang lain (pendidik) untuk membantu mengarahkannya
mengembangkan potensi yang dimilikinya, serta membimbingnya menuju kedewasaan.
Menurut Samsul Nizar (2002), beberapa hakikat
peserta didik dan implikasinya terhadap pendidikan Islam, yaitu :
1.
Peserta didik bukan merupakan miniatur
orang dewasa, akan tetapi memiliki dunia sendiri.
2.
Peserta didik adalah manusia yang
memiliki diferensiasi periodesasi perkembangan dan pertumbuhan.
3.
Peserta didik adalah manusia yang
memiliki kebutuhan, baik yang menyangkut kebutuhan jasmani maupun rohani yang
harus dipenuhi.
4.
Peserta didik adalah makhluk Allah yang
memiliki perbedaan individual.
5.
Peserta didik terdiri dari dua unsur
utama, yaitu jasmani dan rohani.
6.
Peserta didik adalah manusia yang
memiliki potensi (fitrah) yang dapat dikembangkan dan berkembang secara
dinamis.
Dan hal itu sebagai bukti bahwa manusia memang
memiliki tingkatan berpikir yang lebih tinggi dibanding dengan makhluk
lainnya.Di samping memiliki pemikiran yang dapat menolong dirinya untuk
menghasilkan kebutuhan hidupnya, manusia juga memiliki sikap
sikap hidup bermasyarakat yang kemudian dapat
membentuk suatu masyarakat yang antara satu dengan yang lainnya saling
menolong. Dari keadaan manusia yang demikian itu maka timbullah ilmu
pengetahuan dan masyarakat. Ilmu yang demikian mesti diperoleh dari orang lain
yang telah lebih dahulu mengetahuinya. Mereka itulah yang kemudian disebut
guru. Agar tercapai proses pencapaian ilmu yang demikian itu, maka perlu
diselenggarakan kegiatan pendidikan.
Dalam Al Qur`an sendiri manusia terdiri dari
materi (jasad) dan immateri (ruh, jiwa, akal, qalb). Jika dihubungkan dengan
pendidikan, maka manusia yang diberi pendidikan itu adalah jiwa dan akalnya.
Pendidikan pada manusia adalah suatu proses pengembangan potensi jiwa dan akal
yang tumbuh secara wajar dan seimbang, dalam masyarakat yang berkebudayaan.
B. Pengertian Perkembangan
Didalam
kehidupan anak ada dua proses yang beroprasi secara kontinue, yaitu pertumbuhan
dan perkembangan. Banyak orang mengguakan istilah “pertumbuhan” dan
“perkembangan” secara bergantian. Kedua proses ini berlangsung secara
interpedensi artinya saling bergantung satu sama lain.
Pertumbuhan berkaitan dengan
perubahan kuantitatif yang menyangkut peningkatan ukuran dan struktur biologis.
Hasil pertumbuhan antara lain berwujud bertambahnya ukuran-kuran kuantitatif
badan anak, seperti panjang, berat dan kekuatannya. Dengan demikian pertumbuhan
dapat juga diartikan sebagai proses perubahan dan proses pematangan fisik.1
Bagian pribadi yang material
serta kuantitatif mengalami pertumbuhan, sedangkan bagian pribadi
fungsional yang kualitatif mengalami perkembangan. Perkembangan merupakan suatu
perubahan, dan perubahan ini tidak bersifat kuantitatif, melainkan kualitatif.
Perkembangan tidak ditekankan padas segi material, melainkan pada segi
fungsional. Dari uraian ini, perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan
kualitatif dari fungsi-fungsi.2
Menurut Nagel(1957),
perkembangan merupakan pengertian dimanan terdapat struktur yang
terorganisasikan dan mempunyai fungsi-fungsi tertentu, oleh karena itu bilamana
terjadi perubahan struktur baik dalm organisasi maupun dalam bertuk, akan
mengakibtkan perubahan fungsi.
Menurut Schneirla (1957),
perkembangan adalh perubahan-perubahn progresif dalam organisasi organism dan
organisasi ini dilihat sebagai system fungsional dan adaptif sepanjang
hidupnya. Perubahan-perubahan progresif ini meliputi dua fktor yakni kematangan
dan pengalaman.
Spiker (1966) mengemukakan
dua macam pengertian yang harus dihubungkan dengan perkembangan,
yakni sebagai berikut :
1) Ortogenetic, yang
berhubungan dengan perkembangan sejak terbentuknya individu yang baru dan
seterusnya sampai dewasa.
2) Filogenetik, Ykni
perkembangan dari asal-usul manusia sampai sekarang ini. Perkembangan perubahan
fungsi sepanjang masa hidupnya menyebabkan perubahan tingkah laku dan perubahan
ini juga terjadi sejak permulaan adaanya manusia. Jadi perkembangan ortogenetik
mengarah ke suatu tujuan khusus sejalan dengan perkembangan evolusi yang
mengarah kepada kesempurnaan manusia.
Bijou dan Baer (1961)
mengemukakan perkembangan psikologis adalah perubahn progresif yang menunjukan
cara organism bertingkah laku dan berinteraksi dengan lingkungan.
Interaksi yang dimaksud disini adalah apakah suatu jawaban tingkah laku akan
diperlihatkan atau tidak, tergantung dari perangsang-perangsang yang ada di
lingkunganya. Rumusan lain tentang arti perkembangan dikemukakan oleh Libert,
Paulus, dan Strauss (singgih, 1990:31), yaitu bahwa: “ Perkembangan adalah
proses perubahan dalam pertumbuhan pada suatu waktu sebagai fungsi kematangan
dan interaksi dengan lingkungan.” Istilah perkembangan lebih dapat mencerminkan
sifat-sifat yang khas mengenai gejala-gejala psikologis yang menampak.
Perkembangan dapat juga dilukiskan sebagai suatu proses yang kekeal dan tetap
yang menuju kearah organisasi pada tingkat integrasi yang lebih tinggi,
berdasarkan proses pertumbuhan, kematangan, dan belajar (Monks, 1984: 2).
Perubahan-perubahan
meliputi beberapa aspek, baik fisik maupun psikis. Perubahan tersebut dapat
dibagi menjadi 4 (empat) kategori utama, yaitu perubahan dalam ukuran,
perubahan dalam perbandingan, perubahan untuk mengganti hal-hal yang lama, dan
perubahan untuk memperoleh hal-hal baru.3
Havighurst (Garruson, 1956: 14-15) mengemukakan 10 jenis
tugas perkembangan remaja yaitu:
1)
Mencapai hubungan dengan teman lawan jenisnya secara lebih memuaskan dan
matang;
2)
Mencapai perasaan seks dewasa dengan yang diterima secara social;
3)
Menerima keadaan badannya dan menggunakannya secara efektif;
4)
Mencapai kebebasan emosional dari orang dewasa;
5)
Mencapai kebebasan ekonomi;
6)
Memilih dan menyiapkan suatu ekerjaan;
7)
Menyiapkan perkawinan dan kehidupan berkeluarga;
8)
Mengembangkan keterampilan dan konsep intelektual perlu bagi warga Negara yang kompeten;
9)
Menginginkan dan mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara social; dan
10)
Mencapai suatu perangkat nilai yang digunakan sebagai pedoman tingkah laku.
Memasuki jenjang dewasa telah “terbayang”
berbagai hal yang harus dihadapi. Bukan saja menghadapi hal-hal yang berkaitan
dengan kebutuhan fisik,social, ekonomi, tetapi juga menghadapi tugas yang
berkaitan dengan factor psikologis, seperti pencapaian kebahagiaan dan
kepuasan, persaingan, kekecewaan, dan perang batin yang bisa terjadi karena
perbedan norma masyarakat dalam system kehidupan social dan kata hati setiap
individu.
Menurut Sunarto ( 1999 ) dalam kehidupan anak
ada dua proses yang beroperasi secara kontinue, yaitu pertumbuhan dan
perkembangan. Banyak orang menggunakan istilah ‘ pertumbuhan” dan “
perkembangan “ secara bergantian. Kedua proses ini berlangsung secara
interdepensi, artinya saling bergantung satu sama lain. Kedua proses ini tidak
dapat terpisahkan dalam bentuk- bentuk yang secra pilah bediri snediri-sendiri,
akan tetapi bisa di bedakan untuk maksud lebih memperjelas penggunaannya.
Secara
sederhana Seifert & Hoffnug (Desmita, 2005:4) mendefinisikan perkembangan
sebagai “Long term changes in a person’s growth, feeling, patterns of thinking,
social relationship, and motor skill.” Sementara itu, Chaplin (Desmita, 2002:4)
mengartikan perkembangan sebagai: (1) perubahan yang berkesinambungan dan
progresif dalam organisme, dari lahir sampai mati; (2) pertumbuhan; (3)
perubahan dalam bentuk dan dalam integrasi dari bagian-bagian jasmaniah ke
dalam bagian-bagian fungsional; (4) kedewasaan atau kemunculan pola-pola asasi
dari tingkah laku yang tidak dipelajari. Danim & Khairil (2010) dalam
bukunya yang berjudul Psikologi Pendidikan menjelaskan pengertian perkembangan
adalah perubahan yang sistematis, progresif, dan berkesinambungan dalam diri individu
sejak lahir hingga akhir hayatnya. Perubahan itu dijalani oleh anak manusia
khususnya sejak lahir hingga mencapai tingkat kedewasaan atau kematangan.
Sistematis mengandung makna bahwa perkembangan itu dalam makna normal jelas
urutannya. Progresif bermakna perkembangan itu merupakan metamorphosis menuju
kondisi ideal. Berkesinambungan bermakna ada konsistensi laju perkembangan itu
sampai dengan tingkat optimum. Sejalan dengan pendapat diatas Sunarto &
Hartono (2002:43) menyatakan bahwa perkembangan merupakan suatu proses yang
menggambarkan prilaku kehidupan sosial manusia pada posisi yang harmonis
didalam lingkungan masyarakat yang lebih luas dan kompleks.
Kalau
kita cermati pendapat para ahli diatas ternyata, pengertian perkembangan
bermacam-macam sekali, akan tetapi betapapun juga berbeda-bedanya pendapat para
ahli tersebut, namun semuanya mengakui bahwa perkembangan itu adalah suatu
perubahan, perubahan kearah yang lebih maju, lebih dewasa. Secara teknis
perubahan tersebut biasanya disebut proses. Jadi pada garis besarnya para ahli
sependapat, bahwa perkembangan itu adalah suatu proses. Tetapi apabila
persoalan kita lanjutkan dengan mempersoalkan proses apa, maka di sini kita
dapatkan lagi bermacam-macam jawaban, yang pada pokoknya berpangkal kepada pendirian
masing-masing ahli. Pendapat atau konsepsi yang bermacam-macam itu pada
pokoknya dapat kita golongkan menjadi tiga golongan, yaitu :
1. konsepsi-konsepsi
para ahli yang mengikuti aliran Asosiasi;
2. konsepsi-konsepsi
para ahli yang mengikuti aliran Gestalt;
3. konsepsi-konsepsi
para ahli yang mengikuti aliran Sosiologisme.
Di
bawah ini akan kita paparkan satu per satu mengenai aliran-aliran yang ada di
atas sebagai berikut :
C. Aliran Asosiasi
Sejak abad ke-7,Psikologi Asosiasi merupakan
salah satu aliran psikologi yang dipengaruhi secara tidak langsung oleh ilmu
pengetahuan alam (khususnya fisika).Metode yang digunakan oleh aliran ini dalam
usaha mempelajari jiwa adalah meode analistis-sintesis. Metode ini, merupakan
cara berpikir dalam ilmu pengetahuan alam, yang memandang alam ini terdiri atas
unsur-unsur (elemen-elemen) dan terjadi proses pesenyawaan berdasarkan
hukum-hukum tertentu. Di sini tidak diakui adanya faktor-faktor kejiwaan yang dibawa
sejak lahir. Jiwa, menurut teori ini berisi ide-ide yang didapatkan melalui
panca indra, dimemorikan dan saling diasosiasikan satu sama lain melalui
prinsip-prinsip kesamaan,kekontrasan, dan kelangsungan. Oleh karena jiwa
dipandang oleh aliran ini seperti mesin yang bergerak secara mekanis menurut
menurut hukum-hukum tertentu, maka berarti jiwa dipandangnya pasif hanya
hukum-hukum yang menggerakkan jiwa yang dianggap aktif. Dan Psikologi lama
menyusun lima hukum asosiasi, sebagai berikut:
Hukum
I : Hukum persamaan waktu: tanggapan-tanggapan
yang muncul pada saat yang sama dalam kesadaran, akan terasosiasi bersama.
Misalnya, benda dengan namanya, kampus dengan jalannya, barang dengan bahannya,
dan lain-lain.
Hukum
II : Hukum peraturan: benda
atau peristiwa yang mempunyai perurutan, akan terasosiasi bersama. Misalnya,
huruf-huruf dari alfabet, melodi, sanjak, dan lain-lain.
Hukum
III : Hukum persamaan
(persesuaian): tanggapan-tanggapan yang hampir sama, akan terasosiasi
bersama. Misalnya, potret dengan orangnya, Surabaya dengan Jakarta, lautan
dengan lautan pasir, dan lain-lain.
Hukum
IV : Hukum kebalikan (lawan):
tanggapan-tanggapan yang berlawanan akan teasosiasi bersama. Misalnya,
kaya-miskin, tua-muda, besar-kecil, gemuk-kurus, dan lain-lain.
Hukum
V : Hukum galur atau pertalian logis:
tanggapan-tanggapan yang mempunyai perkaitan yang logis satu sama lain, akan
terasosiasi bersama. Misalnya, liburan dengan pesiar, musim barat dengan hujan,
musim pancaroba dengan penyakit, dan lain-lain.
Tokohnya Psikologi Asosiasi ialah, John Locke
(abad 17), kemudian aliran ini diikuti oleh David Hume, Hertley John Stuart
Mill, dan Herbert Spencer.
Salah satu tokoh terkenal dalam aliran Asosiai
adalah John Locke. Locke berpendapat bahwa pada permulaannyajiwa anak itu
adalah bersih semisal selembar kertas putih yang kemudia sedikit terisi oeleh
pengalaman atau empiri. Dalam hal ini Locke membedakan adanya dua macam
Pengalaman. Yaitu :
a)
Pengalaman luar, yaitu pengalaman yang
di peroleh dengan melalui panca indra, yang menimbulkan sensation dan
b)
Pengalaman dalam, yaitu pengalaman
mengenai keadaan kegiatan batin sendiri yang menimbulkan reflexions.
Pendirian
Psikologi Asosiasi
1)
Dalil pokok: Jika beberapa elemen (unsur) bersama-sama atau berturut-turut masuk
ke dalam kesadaran, dengan sendirinya terjadi hubungan antar unsur-unsur itu.
Hubungan ini disebut Asosiasi.
Ciri-ciri
daripada Asosiasi itu adalah:
a) Tiap gejala
jiwa tidak lain adalah kumpulan unsur-unsur elemen.
b)
Kekuatan asosiasi tergantung pada banyak kalinya unsur-unsur itu masuk bersama-
sama ke dalam kesadaran.
c)
Asosiasi hanya sifat luar saja, asosiasi tidak dapat mengubah sifat
masing-masing elemen.
2)
Metode kerja Psikologi Asosiasi:
Ilmu jiwa Asosiasi mengikuti cara kerja ilmu
gaya (mekanika), dan darinya dipakai analitis-sintesis dalam kalangan ilmu
jiwa.
Analitis: Orang berusaha mengadakan analisis
untuk mengembalikan semua gejala jiwa kepada unsur yang paling sederhana, yakni
tanggapan segala sesuatu yang terjadi dalam kesadaran berasal dari
elemen-elemen tersebut. Bahkan semua gejala jiwa yang lebih tinggi (misalnya
memikir, merasa, menghendaki) dapat dikembalikan kepada tanggapan.
Sintesis: Orang berusaha mengadakan sintesis,
menyusun gejala-gejala jiwa yang lebih pelik dari unsur-unsur pangkal yakni
tanggapan.
Tanggapan-tanggapan, ingatan-ingatan, dan
pengindraan, merupakan unsur-unsur jiwa yang diutamakan oleh aliran ini. Dengan
metode alistis-sintesis, aliran ini meenganalisis jiwa. Dengan analitis dia
berusaha menguraikan gejala-gejala kejiwaan pada unsur-unsur pokok berupa
tanggapan-tanggapan. Dengan sintesis, mereka menata tanggapan-tanggapan
tersebut secara asosiatif menjadi gejala-gejala psikologi yang bersenyawa.
simple idea yang satu
dengan simple idea yang lain hanya mungkin terjadi oleh adanya asosiasi.
1.
Ada 3 hukum asosiasi yaitu :
a.
Similaritas
: persamaan dua hal menyebabkan asosiasi. Merupakan suatu keadaan ketika
asosiasi terjadi karena suatu hal mempunyai persamaan dengan satu hal lainnya
sehingga kedua hal itu saling dihubungkan. Misal: ketika seseorang teringat
akan ibu, secara asosiatif, maka ia akan teringat juga pada ayah, karena baik
ayah maupun ibu adalah orang tua.
b.
Kontiguitas : kelanjutan antara satu hal dengan hal yang lain yang menimbulkan
asosiasi.
Merupakan
hubungan asosiasi yang terjadi karena suatu hal berdekatan dengan hal lainnya,
baik dalam hal pengertian ruang maupun waktu. Misal: jika seseorang melihat
meja ia akan teringat pada kursi, karenakedua benda itu biasanya selalu
berdekatan.
c.
Intensitas : kekuatan hubungan antara dua hal menimbulkan asosiasi dan
karena ragu, beliau mengganti istilah intensitas dengan dua konseplain yaitu
insuperabilities dan frekuensi.
Aliran Asosiasi tersebut
setidak-tidaknya dalam bentuknya seperti yang di kemukakan di atas itu kini
tinggal ada dalam sejarah akan tetapi pengaruhnya dalam lapangan pendidikan dan
pengajaran belum lama di tinggalkan orang. Metode mengajar dan membaca dan juga
menulis secara sintesis, metode menggambarkan secara sintesisi, belum lama kita
tinggalkan atau malah mungkin masih ada yang mengikuti , metode – metode
tersebut dasar psikologinya adalah psikologi Asosiasi.
D. Aliran Gestalt
Gestalt adalah
sebuah kata Jerman yang sering diterjemahkan ke dalam bahasa inggris
sebagai form atau configuration (bentuk). Ilmu jiwa Gestalt
timbul sebagai reaksi terhadap elemen psikologi (elementisme). Aliran ini
diumumkan pertama kali oleh Max Wartheimer pada 1912, dipelopori oleh Von
Ehrendels.
Awalnya,
Max melakukan eksperiment menggunakan stroboskop yang melihatkan dua belah
garis melintang dan tegak secara bergantian dan kesan yang muncul adalah garis
tersebut bergerak dari tegak ke melintang pengikut aliran ini mengemukakan
konsepsi yang berlawanan dengan konsepsialiran asosiasi. Beliau beranggapan
bahwa bergeraknya objek statis menjadi rangkaian gerak dinamis yang dimunculkan
dalam waktu singkat dapat di mungkinkan bahwa dalam pola pikir manusia itu
terjadi proses interprestasi.
Teori
ini di dukung oleh Kurt Koffka yang menguatkan pendapat Max bahwa proses
terciptanya ide bisa di peroleh dari persepsi, belajar, mengingat.
Konsep
teori Gestalt.
1. Kesamaan
,terjadi jika benda terlihat mirip satu sama lai. Orang sering menganggap
sebagai pola atau kelompok.
2. Kelanjutan,
terjadi jika mata di paksa untuk bergerak melalui satu titik objek terus ke
objek lain. Seperti mata mengikuti garis di Kurva.
3. Penutupan,
terjadi jika ada objek tidak lengkap atau tertutupnya spasi yang tidak penuh.
4. Kedekatan,
terjadi karena elemen di tempatkan berdekatan mereka akan di anggap sebagai
satu kelompok.
Tokoh-tokoh
lainnya adalah Kurt Koffka (1886-1941) dan Wolfgang Kohler (1887-1967). Mereka
kemudian pindah ke Amerika, karena sebagai keturunan Yahudi mereka jadi sasaran
kejaran NAZI.
Teori
yang mereka ajukan adalah bahwa dalam pengamatan atau persepsi suatu situasi,
rangsangan ditangkap secara keseluruhan. Jadi, persepsi bukanlah penjumlahan
rangsangan-rangsangan kecil (detail) yang ditangkap oleh alat-alat indra.
Wundt
menyatakan adanya schopferische synthese (sintese yang
kreatif/mencipta). Yaitu, setiap gejala psikis yang majemuk adalah lebih dari
pada penjumlahan elemen-elemen, dan memiliki sifat-sifat atau ciri-ciri baru
yang tidak dimiliki oleh elemen-elemen tadi. Ehrenfels berkata, bahwa bagi
pengindraan manusia, totalitas itu selalu ada lebih dahulu daripada
bagian-bagiannya. Artinya, dalam kesadaran manusia itu muncul terlebih dahulu
satu kompleks atau satu gambaran totalitas; baru kemudian akan muncul
bagian-bagian daripada penjumlahan bagian-bagian tersebut atau totalitasnya;
dan keseluruhan ada lebih dahulu daripada bagian-bagiannya.
Misalnya,
kalau kita mangamati sebuah mobil, kita tidak melihatnya sebagai susunan ban,
lampu, kaca, pintu, alat kemudi, dan lain-lain, melainkan kita mengamatinya
benar-benar sebagai sebuah mobil, yang mempunyai arti tersendiri terleepas dari
detail-detailnya. Karena itulah, meskipun mobil itu kita lihat dari depan,
belakang, samping, dekat, jauh, dalam gelap, dan sebagainya, selalukita tangkap
sebagai mobil, tidak sebagai benda lain. Eksperimen Gestalt yang pertama adalah
tentang pengamatan gerakan, kalau beberapa lampu kita letakkan berderet dan
dinyalakan berganti-ganti dengan cepat, maka kita tidak akan melihat
lampu-lampu itu menyala berganti-gantian, melainkan kita akan melihat sebuah
sinar yang bergerak. Gejala ini disebut Phi Phenomenon yang sering
kita lihat pada lampu-lampu hias.
Perbedaan
:
Ilmu Jiwa Asosiasi :
1. Semua
gajala kejiwaan terjadi dari unsur-unsur yakni tanggapan.
2. Bagian-bagian
(unsur) itu menjadi suatu proses penggabungan yang disebut Asosiasi. Dalam
jumlah ini unsur-unsur tetap berdiri sendiri dan jumlah itu benar-benar hanya
merupakan gabungan unsur-unsur.
Ilmu Jiwa Gestalt :
1. Dalam
alat kejiwaan tidak terdapat unsur-unsur melainkan gestalt (keseluruhan).
2. Tiap
bagian tidak berarti sama sekali; baru mempunyai arti kalau bersatu dalam
hubungan kesatuan. Tiap bentuk tertentu dari kesatuan itu disebut Gestalt.
E.
Aliran
Sosiologis
Aliran-aliran
yang tergolong dalam hal ini, terdapat bahwa perkembangan itu merupakan proses
sosialis. Mereka mengatakan bahwa anak-anak itu pada mulanya adalah
asosial/prasosial, kemudian dalam perkembangannya lambat laun berubah menjadi
sosial. Tokohnya yang terkenal adalah James Mark Baldwin dengan karyanya
“Development in the Child and the Race” di mana dia berpendapat bahwa ada
kesejajaran antara ontogenese (jiwa perseoarangan) dan phylogenese (jiwa
bangsa-bangsa), maksudnya bahwa ada persamaan-persamaan pernyataan-pernyataan
psikis pada masyarakat primitif. Antara lain persamaan gejala psikis tersebut
adalah:
Anak-anak:
a.
Rasa takut, gelisah,
kalau dilepas oleh pengaruh, misalnya dalam bak mandi, di kamar sendiri, dan
lain-lain.
b.
Bersifat instingtif.
c.
Sugestibel (mudah kena
pengaruh).
d.
Suka pada warna-warna
yang menyala.
Baldwin
menyatakan, bahwa proses perkembangan itu berlangsung melalui adaptasi dan
seleksi ini berlangsung atas dasar hukum “Law of Effect” (dari Thorndike).
Pengaruh
Baldwin terutama karena hipotesisnya tentang Circuar Reaction dengan berpangkal
kesejajaran anatar antogenesis dan phylogenesis Baldwin menerangkan
perkembangan sebagai proses sosialisasi dalam bentuk imitasi yang berlangsung
dengan adaptasi dan seleksi. Adaptasi dan seleksi ini berlangsung atas dasar
efek ( Law OF Effect )juga perilaku tingkah laku pribadi di terangkan sebagai
imitasi. Kebiasaan adalah imitasi terhadap diri sendiri. Sedangkan untuk
adaptasi sendiri adalah peniruan pada
orang lain. Oleh efeknya sendiri tingkah laku atau aktifitas mendapatkan faidah
atau prestasi yang lebih tinggi. Dalam hal yang demikianlah terkandung daya
kreasi, sehingga manusia mampu menemukan dan menggunakan alat-alat yang timbul dari
peniruan diri sendiri.
Seleksi berarti mempertahankan tingkah
laku-tingkah laku yang menguntungkan dan membuang tingkah laku-tingkah laku
yang tidak menguntungkan. Dengan meniru “aku”-nya orang dewasa anak-anak lama
kelamaam timbul kesadaran “aku” yang lain yang menjadi obyek peniruannya.
Selanjutnya Baldwin berpendapat, bahwa setidak-tidaknya ada dua macam peniruan,
yaitu:
(a)
nondeliberate imitation, dan
(b) deliberate
imitation.Nondeliberate imitation misalnya terjadi kalau anak meniru
gerakan-gerakan, sikap orang dewasa. Deliberate imitation terjadi misalnya
kalau anak-anak bermain “peranan sosial”, yaitu misalnya menjadi ibu, penjual
kacang, menjadi kondektur, menjadi penumpang kereta api, dan sebagainya;
Proses peniruan ini terjadi pada tiga taraf, yaitu:
a. Taraf yang pertama yang disebut taraf proyektif (projective stage);pada
taraf ini anak mendapatkan kesan mengenai model (obyek)yang ditiru.
b. Taraf yang kedua disebutnya taraf subyektif(subjective stage); pada taraf
ini anak cenderung untuk meniru gerakan-gerakan, atau sikap model atau
obyeknya.
c. Taraf ketiga disebutnya taraf eyektif(ejective stage); pada taraf ini anak
telah menguasai hal yang ditirunya itu; dia dapat mengerti bagaimana orang
merasa, berangan-angan, berpikir, dan sebagainya.
Ahli-ahli
yang mengikuti aliran ini beranggapan bahwa, anak kecil mula-mula belum
memiliki moral, yang kemudian lalu memiliki moral yang sifatnya heteronom, dan
baru kemudian, yaitu setelah anak mencapai taraf kedewasaan, pemuda itu
memiliki moral yang otonom. Proses perkembangan dari moral yang hetronom, yaitu
moral yang pedoman-pedomannya terdapat di luar, yaitu pada orang tua dan
orang-orang dewasa yang lain ke moral yang otonom, yaitu moral yang
pedoman-pedomannya terdapat didiri anak sendiri, disebut proses internalisasi.
Proses internalisasi ini berlangsung dengan identifikasi (yang mirip sekali
dengan imitasi). Dan tujuan imitasi (identifikasi) ini tidak lain ialah
penyesuaian tingkah laku dan perbuatan anak dengan norma-norma social, jadi
proses sosialisasi.
Konsepsi
tentang proses sosialisasi ini banyak diikuti oleh ahli-ahli di daerah Anglo
Saksis. (Inggris dan Amerika serikat) Istilah-istilah
seperti sosial adjustmen, mature and socialized personality, maladjusted
children dan sebagainya yang banyak kita jumpai dalam kepustakaan yang
berbahasa inggris menunjukkan betapa besarnya pengaruh konsepsi tersebut.
Menyimak
pendapat tersebut, maka perkembangan individu dapat diartikan sebagai suatu
proses perubahan yang terjadi dalam diri individu baik fisik maupun psikis
dalam rentang kehidupan individu. Dalam proses perubahan tersebut akan terjadi
interaksi antara berbagai bentuk kegiatan psikis individu dengan lingkungan
luar melalui sensori.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan dan pemaparan pada pembahasan maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai
berikut:
1. Definisi perkembangan menurut
konsepsi aliran asosiasi adalah pada hakikatnya perkembangan itu adalah
proses bahwa asosiasi. Bagi para ahli yang mengikuti aliran ini yang primer
adalah bagian-bagian, bagian-bagian ada lebih dahulu, sedangkan keseluruhan ada
lebih kemudian. Bagian-bagian terikat satu sama lain menjadi suatu keseluruhan
oleh asosiasi.
2. Definisi perkembangan menurut konsepsi aliran psikologi
Gestalt adalah perkembangan itu adalah proses diferensiasi. Dalam proses
diferensiasi itu yang primer adalah keseluruhan, sedangkan bagian-bagian adalah
sekunder; bagian-bagian hanya mempunyai arti sebagai bagian dari pada
keseluruhan dalam hubungan fungsional dengan bagian-bagian yang lain,
keseluruhan ada terlebih dahulu baru disusul oleh bagian-bagiannya.
3. Definisi perkembangan menurut
konsepsi aliran Sosiologis adalah suatu proses perubahan yang terjadi
dalam diri individu baik fisik maupun psikis dalam rentang kehidupan individu.
Dalam proses perubahan tersebut akan terjadi interaksi antara berbagai bentuk
kegiatan psikis individu dengan lingkungan luar melalui sensori.
B. Saran
Berdasarkan pembahasan dan simpulan, maka saran yang dapat diajukan adalah sebagai
berikut:
1. Guru hendaknya memahami tingkat
perkembangan anak didiknya agar pembelajaran yang diterapkan sesuai dengan
tingkat perkembangan anak didiknya.
2. Mahasiswa calon guru hendaknya
menguasai konsepsi-konsepsi definisi perkembangan
menurut beberapa aliran agar dapat memahami secara teoritik dan menerapkan
konsep-konsep dan prinsip-prinsip perkembangan peserta didik dalam melakukan
proses perencanaan, pengembangan, penerapan, pengelolaan, dan penilaian yang
sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
.
Prof.
Dr. H. Sunarto, Perkembangan peserta didik,
(Jakarta: Rineka cipta, 2008), hal.34-35
3. Drs. H. Abu Ahmadi, Psikologi
perkembangan, (Jakarta: Rineka cipta,1991), hal. 6
4. op. cit, hal. 38-39
5. Prof. Dr. H. Sunarto, Perkembangan
peserta didik, (Jakarta: Rineka cipta, 2008), hal.43-44.
6. Ibid,
hal. 46-51
7. Desmita .
Psikologi perkembangan. PT Remaja
Rosdakarya : Bandung.2005. Hal. 4
9. Drs.H.Abu Ahmadi, PSIKOLOGI umum, PT Rineka Cipta,
2009….hlm 47